SDM PKMFP Jogja: Nobar dan Diskusi Film “HANA”

Kamis (21/04/2022), Paguyuban Mahasiswa Fakfak di Jogja untuk memperingati Hari Kartini pada tahun ini mengadakan acara Buka Puasa Bersama dan Nonton Bareng Film Papua berjudul “HANA” karya anak negeri yang pada tahun 2021 silam memenangkan juara favorit difestival film Papua ke-IV di Jayapura, kegiatan ini berlangsung di Sekertariat Dupiad Ma Wiri. Selepas Nobar, dilanjutkan dengan diskusi bersama pemantik Nelce Weripang dan dipandu oleh Acbar Rengen sebagai moderator. 

Film berdurasi enam menit ini memperlihatkan gadis muda bernama Hana yang hidup bersama bapak dan adik-adiknya dipinggir kota Kaimana. Hana setelah menamatkan pendidikan pada jenjang Sekolah Menegah Atas (SMA) sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi namun karena terkendala biaya dan isu-isu rasisme yang berkembang pada tahun 2019 di Surabaya maka Hana takut untuk melanjutkan pendidikan di luar Papua. Bertolak dari kendala dan alasan tersebut maka Hana akhirnya memutuskan untuk membantu Bapaknya dengan mencari pekerjaan dan melamarkan diri agar bekerja. Namun, sepanjang Ia keluar masuk kantor dan toko tidak ada satu pun yang menerimanya sebagai pekerja, suatu ketika saat ingin memasukan lamaran pekerjaan di sebuah kantor Hana menemukan temannya yang juga bekerja di kantor tersebut. Pertemuan singkat itu menghasilkan percakapan yang akhirnya membawa Hana pada satu kesimpulan bahwa, agar supaya dapat bekerja harus memiliki “orang dalam”.

“Film ini mengambarkan realita bagaimana sulitnya kita terjun kedalam dunia pekerjaan, apalagi dengan bermodalkan ijasah yang hanya berakhir pada jenjang pendidikan SMA, tidak hanya bersoalan ijasah dewasa ini dunia pekerjaan adalah yang sangat menuntut kita agar tidak hanya pandai namun juga trampil dalam bidang yang kita tekuni, oleh sebab itu melihat dari karakter yang ditunjukkan Hana adalah baik jika kita mau berjuang membantu meringankan beban orang tua namun bertolak dari keberadaan kita di sini sebagai anak-anak yang dibiayai orang tua boleh memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan di pulau Jawa, sebaiknya memanfaatkan kesempatan itu dengan belajar banyak hal baik yang di dalam lingkungan kampus maupun di luar kampus dengan tujuan mengasah skill yang kita miliki sehingga dapat diterapkan dalam dunia pekerjaan nanti” ujar Nelce. Setelah sesi diskusi dibuka Fadli Temongmere selaku ketua panguyuban mengatakan bahwa “Istilah orang dalam telah menjadi semacam budaya bagi kami di Kabupaten Fakfak, awal kuliah saya disuruh mengambil jurusan IPDN nanti akan dibantu oleh keluarga namun saya menolak dan bertekad melanjutkan pendidikan yang akhirnya membawa saya melanjutkan perkulihan di kota ini, harapannya agar hasil kedepan yang saya peroleh adalah mutlak hasil usaha saya sendiri. Hal lain yang saya lihat saat ini di Fakfak adalah bahwa kita sudah tidak lagi bersaing dengan orang-orang luar tetapi diantara kita putra daerah sendiri yang berusaha menjatuhkan saudaranya”. 

Respon lain diberikan oleh Maria Dety “Saya bukan asli Fakfak, Bapak saya Flores, ibu saya saja yang orang Fakfak namun tentang setelah kuliah dan kembali membangun Fakfak menjadi bahan pertimbangan karena beberapa hal, hal paling besar adalah bahwa jujur istilah orang dalam menjadi momok menakutkan bagi saya yang tidak punya link ke sana yang berkaitan dengan orang dalam itu, selain itu juga melihat kondisi saat ini yang mana saya punya keluarga banyak bergelar S1 tetapi masih bekerja dikebun bukan mereka tidak melamar pekerjaan mereka melamar namun tidak diterima”. Diskusi makin lancar dalam suasana kekeluargaan dengan dipadu oleh respon anggota yang tampak begitu antusias membicarakan keterkaitan antara film dan realita yang sedang booming di daerah, salah satu yang menjadi sorotan terdalam adalah terkait dunia pekerjaan.
Imelda Weripang yang saat ini menjabat sebagai bendahara PKMFP pun angkat bicara “PNS seperti telah menjadi budaya dikalangan kita banyak dari kita yang setelah kuliah pulang hanya menunggu waktu pembukaan pendaftaran tes CPNS baru mengambil bagian di dalam tes sementara tidak memilih peluang lain seperti menjadi pengusaha mulai dari hal-hal kecil seperti membuka warkop atau menjual hasil kerajinan tangan seperti noken, apa salahnya jika kita menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain?. 
Pernyataan refleksi ini serasa menjadi bagian paling akhir dari diskusi ini, tidak terasa perbincangan mengenai kita dan oleh kita yang dikemas dalam nobar dan diskusi film bersama telah berada diujung pukul 21.42 WIB. Diskusi akhirnya ditutup oleh moderator dengan sebuah pesan bahwa “Sukses adalah kita, yang menyatakan sukses dan tidak itu adalah diri kita sendiri” ungkap Acbar.

Penulis: Nelce Weripang

Post a Comment

0 Comments